Selasa, 22 Desember 2015

Hewan (Mamalia) Indonesia dalam Daftar CITES Apendiks I


Hewan-hewan Indonesia dalam daftar CITES Apendiks I tidak sedikit. Hewan-hewan Indonesia yang masuk daftar CITES Apendiks I mencapai 84 spesies. Dan dari 84 hewan yang termasuk dalam daftar CITES Apendiks I tersebut 45 diantaranya merupakan hewan dari kelas mammalia.
Apendiks CITES adalah daftar spesies (binatang dan tumbuhan) yang perdagangannya perlu diawasi sehingga negara-negara anggota setuju untuk membatasi perdagangan dan menghentikan eksploitasi terhadap spesies yang terancam punah. Hewan dan tumbuhan itu oleh CITES dikategorikan dalam tiga tingkatan yang disebut Apendiks.
Ke-3 Apendiks CITES tersebut, yaitu Apendiks I, Apendiks II, dan Apendiks III. Apendiks I adalah daftar seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional. Sedangkan Apendiks II merupakan daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.
ADVERTISEMENT
Dan Apendiks III merupakan daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di negara tertentu dalam batas-batas kawasan habitatnya, dan suatu saat peringkatnya bisa dinaikkan ke dalam Apendiks II atau Apendiks I. Penjelasan selengkapnya tentang CITES dan Apendiks CITES baca: Mengenal CITES dan Apendiks CITES.
Daftar Mamalia Indonesia dalam Apendiks I. Kali ini Alamendah akan membagikan daftar hewan-hewan dari kelas mammalia yang telah dimasukkan dalam daftar Apendiks I. Karena itu binatang-binatang ini dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional.
Berikut daftar hewan mammalia Indonesia yang termasuk dalam daftar Apendiks I. (Nama umum Indonesia diikuti nama latin)
  • KukangNycticebus coucang (Boddaert, 1785)
  • BekantanNasalis larvatus (Wurmb, 1787)
  • Langur mentawai – Presbytis potenziani (Bonaparte, 1856)
  • Monyet ekor babiSimias concolor Miller, 1903
  • Gibbon Kalimantan (White-bearded Gibbon) – Hylobates agilis F. Cuvier, 1821
  • Owa atau Kalawet – Hylobates albibarbis Lyon, 1911
  • Siamang – Hylobates klossii (Miller, 1903)
  • Wau-wau atau Lar gibbon – Hylobates lar(Linnaeus, 1771)
    Owa jawa
    Owa jawa
  • Owa jawaHylobates moloch (Audebert, 1798)
  • Owa-owa – Hylobates muelleri Martin, 1841
  • SiamangSymphalangus syndactylus (Raffles, 1821)
  • Orangutan sumateraPongo abelii Lesson, 1827
  • Orangutan kalimantanPongo pygmaeus (Linnaeus, 1760)
  • PesutOrcaella brevirostris (Owen in Gray, 1866)
  • Lumba-lumba putih China – Sousa chinensis (Osbeck, 1765)
  • Beruang maduHelarctos malayanus (Raffles, 1821)
  • Kucing emas asiaCatopuma temminckii(Vigors & Horsfield, 1827)
    Macan Dahan
    Macan dahan
  • Macan dahanNeofelis nebulosa (Griffith, 1821)
  • Macan tutulPanthera pardus (Linnaeus, 1758)
  • HarimauPanthera tigris (Linnaeus, 1758)
  • Kucing batuPardofelis marmorata (Martin, 1837)
  • Kucing hutanPrionailurus bengalensis (Kerr, 1792)
  • Kucing hutan kepala datar – Prionailurus planiceps (Vigors & Horsfield , 1827)
  • Tapir asiaTapirus indicus Desmarest, 1819
  • Badak sumateraDicerorhinus sumatrensis (G. Fischer, 1814)
  • Badak jawaRhinoceros sondaicus Desmarest, 1822
  • BabirusaBabyrousa babyrussa (Linnaeus, 1758)
  • Babirusa – Babyrousa bolabatuensis Hoojer, 1950
  • Babirusa – Babyrousa celebensis (Deninger, 1909)
  • Babirusa – Babyrousa togeanensis (Sody, 1949)
  • Rusa BaweanAxis kuhlii (Temminck, 1836)
  • Anoa dataran rendahBubalus depressicornis (C. H. Smith, 1827)
  • Anoa pegunungan – Bubalus quarlesi(Ouwens, 1910)
    Kambing hutan sumatera
    Kambing hutan sumatera
  • Kambing hutanCapricornis sumatraensis (Bechstein, 1799)
  • Paus Sperma – Physeter macrocephalus Linnaeus, 1758
  • Paus minke utara – Balaenoptera acutorostrata Lacépède, 1804
  • Paus minke selatan – Balaenoptera borealis Lesson, 1828
  • Paus biru – Balaenoptera musculus (Linnaeus, 1758)
  • Paus sirip – Balaenoptera physalus (Linnaeus, 1758)
  • Paus bungkuk – Megaptera novaeangliae (Borowski, 1781)
  • DuyungDugong dugon (P. L. S. Müller, 1776)
  • Lumba-lumba tanpa sirip (Finless Porpoise) – Neophocaena phocaenoides (G. Cuvier, 1829)
  • Paus bryde kerdil – Balaenoptera edeni Anderson, 1879
  • Lutra – Lutra lutra (Linnaeus, 1758)
  • Gajah sumateraElephas maximus Linnaeus, 1758
Untuk daftar hewan dari kelas burung (aves) dan daftar hewan dari kelas reptil yang terdaftar dalam CITES Apendiks I akan saya sampaikan pada kesempatan lainnya. Demikian juga dengan daftar tumbuhan yang masuk daftar CITES Apendiks I. Kedepannya juga akan saya lengkapi dengan daftar Apendiks II dan III.

Daftar Reptil Paling Langka di Indonesia


Daftar reptil paling langka di Indonesia didasarkan atas daftar spesies reptil langka dengan status Critically Endangered (Kritis) IUCN Redlist. Status Critically Endangered (Kritis) merupakan status dengan tingkat keterancaman paling tinggi sebelum dinyatakan punah. Dari daftar ini terdapat 7 spesies (jenis) reptil di Indonesia yang dinyatakan sebagai reptil paling langka di Indonesia.
Langsung saja inilah daftar nama reptil paling langka di Indonesia yang dilengkapi dengan gambar dan penjelasannya.
Daftar Reptil Langka Indonesia dengan status Critically Endangered. Status Critically Endangered (Kritis) merupakan status dengan tingkat keterancaman paling tinggi. Berikut nama spesies reptilia di Indonesia dengan status konservasi Critically Endangered:
  • Buaya Siam (Crocodylus siamensis). Buaya siam atau Siamese Crocodile tersebar di Cambodia, Indonesia (Jawa, Kalimantan), Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Terdaftar dalam CITES Apendik I dan termasuk satwa yang dilindungi di Indonesia.
    Buaya Siam (Crocodylus siamensis)
    Buaya Siam (Crocodylus siamensis)
  • Kura-kura Hutan Sulawesi (Leucocephalon yuwonoi). Kura-kura hutan sulawesi atau kura-kura paruh betet sulawesi atau Sulawesi Forest Turtle adalah jenis kura-kura darat endemik Sulawesi. Meskipun terdaftar dalam CITES Apendik II namun sayang tidak termasuk satwa yang dilindungi di Indonesia.
    Kura-kura Hutan Sulawesi (Leucocephalon yuwonoi)
    Kura-kura Hutan Sulawesi (Leucocephalon yuwonoi)
  • Kura-kura Rote (Chelodina mccordi). Kura-kura rote atau Roti Island Snake-necked Turtle merupakan hewan endemikpulau Rote. Meskipun terdaftar dalam CITES Apendik II namun sayang tidak termasuk satwa yang dilindungi di Indonesia.
    Kura-kura Rote
    Kura-kura Rote (Chelodina mccordi)
  • Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea). Penyu belimbing atau Leatherback sea turtle adalah jenis penyu laut yang mempunyai daerah sebaran sangat luas. Terdaftar dalam CITES Apendik I dan termasuk satwa yang dilindungi di Indonesia.
    Penyu Belimbing
    Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea)
  • Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata). Penyu sisik atau Hawksbill Turtle adalah jenis penyu laut. Terdaftar dalam CITES Apendik I dan termasuk satwa yang dilindungi di Indonesia.
    Penyu Sisik
    Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata)
  • Tuntong (Batagur baska). Tuntong atau Four-toed Terrapin atau River Terrapin adalah spesies kura-kura yang tersebar di Bangladesh, Kambodia, India, Malaysia, dan Indonesia (Sumatera). Di Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam tuntong telah dinyatakan punah. Di Indonesia termasuk hewan yang dilindungi. Terdaftar sebagai CITESApendik I.
    Tuntong (Batagur baska)
    Tuntong (Batagur baska)
  • Tuntong laut (Batagur borneoensis). Tuntong laut atau Three-striped Batagur atau Saw-jawed Terrapin merupakan spesies kura-kura langka yang tersebar di Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Terdaftar dalam CITES Apendik II namun sayang tidak termasuk satwa yang dilindungi di Indonesia.
    Tuntong Laut (Batagur borneoensis)
    Tuntong Laut (Batagur borneoensis)
ADVERTISEMENT
Selain 7 jenis reptil langka dengan status Critically Endangered (Kritis) itu masih terdapat 10 jenis reptil langka dengan status Endangered (Terancam), dan 14 spesies reptil langka Indonesia yang berstatus Vulnerable (Rentan).
Sayangnya, 3 dari 7 hewan reptil langka tersebut luput dari perlindungan hukum di Indonesia. Ketiga jenis reptil langka yang belum terdaftar dalam satwa yang dilindungi di Indonesia sebagaimana lampiran PP No 7 Tahun 1999 adalah Tuntong laut (Batagur borneoensis), Kura-kura Rote (Chelodina mccordi), dan Kura-kura Hutan Sulawesi (Leucocephalon yuwonoi).
Dilindungi saja masih banyak diburu hingga terancam punah apalagi jika tidak dilindungi?.

Rabu, 09 Desember 2015

Undang-Undang mengenai Satwa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1990

TENTANG
KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
  1. bahwa sumber daya alam hayati Indonesia dan ekosistemnya yang mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras, serasi dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya, baik masa kini maupun masa depan;
  2. bahwa pembangunan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;
  3. bahwa unsur-unsur sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada dasarnya saling tergantung antara satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi sehingga kerusakan dan kepunahan salah satu unsur akan berakibat terganggunya ekosistem;
  4. bahwa untuk menjaga agar pemanfaatan sumber daya alam hayati dapat berlangsung dengan cara sebaik-baiknya, maka diperlukan langkah-langkah konservasi sehingga sumber daya alam hayati dan ekosistemnya selalu terpelihara dan mampu mewujudkan keseimbangan serta melekat dengan pembangunan itu sendiri;
  5. bahwa peraturan perundang-undangan yang ada dan masih berlaku merupakan produk hukum warisan pemerintah kolonial yang bersifat parsial, sehingga perlu dicabut karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kepentingan nasional;
  6. bahwa peraturan perundang-undangan produk hukum nasional yang ada belum menampung dan mengatur secara menyeluruh mengenai konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
  7. bahwa sehubungan dengan hal-hal di atas, dipandang perlu menetapkan ketentuan mengenai konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam suatu undang-undang.
Mengingat :
  1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
  2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823);
  3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
  4. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3368);
  5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299).

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan:
  1. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
  2. Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.
  3. Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun non hayati yang saling tergantung dan pengaruh mempengaruhi.
  4. Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati, baik yang hidup di darat maupun di air.
  5. Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara.
  6. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas dan atau dipelihara, yang masih mempunyai kemurnian jenisnya.
  7. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.
  8. Habitat adalah lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang secara alami.
  9. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
  10. Cagar alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tunbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
  11. Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
  12. Cagar biosfer adalah suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem asli, ekosistem unik, dan atau ekosistem yang telah mengalami degradasi yang keseluruhan unsur alamnya dilindungi dan dilestarikan bagi kepentingan penelitian dan pendidikan.
  13. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
  14. Taman nasional adalah kawasan pelesatarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
  15. Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
  16. Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.

Pasal 2
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang.
Pasal 3
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Pasal 4
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat.
Pasal 5
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan:
a.  perlindungan sistem penyangga kehidupan;
b.  pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
c.  pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

BAB II
PERLINDUNGAN SISTEM PENYANGGA KEHIDUPAN

Pasal 6
Sistem penyangga kehidupan merupakan satu proses alami dari berbagai unsur hayati dan non hayati yang menjamin kelangsungan kehidupan makhluk.
Pasal 7
Perlindungan sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Pasal 8
(1)   Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pemerintah menetapkan:
a.  wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan;
b.  pola dasar pembinaan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan;
c.  pengaturan cara pemanfaatan wilayah pelindungan sistem penyangga kehidupan.
(2)   Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
(1)   Setiap pemegang hak atas tanah dan hak pengusahaan di perairan dalam wilayah sistem penyangga kehidupan wajib menjaga kelangsungan fungsi perlindungan wilayah tersebut.
(2)   Dalam rangka pelaksanaan perlindungan sistem penyangga kehidupan, Pemerintah mengatur serta melakukan tindakan penertiban terhadap penggunaan dan pengelolaan tanah dan hak pengusahaan di perairan yang terletak dalam wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8.
(3)   Tindakan penertiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 10
Wilayah sistem penyangga kehidupan yang mengalami kerusakan secara alami dan atau oleh karena pemanfaatannya serta oleh sebab-sebab lainnya diikuti dengan upaya rehabilitasi secara berencana dan berkesinambungan.
BAB III
PENGAWETAN KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA BESERTA EKOSISTEMNYA

Pasal 11
Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dilaksanakan melalui kegiatan:
a.  pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
b.  pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.

Pasal 12
Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dilaksanakan dengan menjaga keutuhan kawasan suaka alam agar tetap dalam keadaan asli.
Pasal 13
(1)   Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan suaka alam.
(2)   Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di dalam kawasan suaka alam dilakukan dengan membiarkan agar populasi semua jenis tumbuhan dan satwa tetap seimbang menurut proses alami di habitatnya.
(3)   Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di luar kawasan suaka alam dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa untuk menghindari bahaya kepunahan.
BAB IV
KAWASAN SUAKA ALAM

Pasal 14
Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 terdiri dari:
a.  cagar alam;
b.  suaka margasatwa.

Pasal 15
Kawasan suaka alam selain mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, juga berfungsi sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).
Pasal 16
(1)   Pengelolaan kawasan suaka alam dilaksanakan oleh Pemerintah sebagai upaya pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
(2)   Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penetapan dan pemanfaatan suatu wilayah sebagai kawasan suaka alam dan penetapan wilayah yang berbatasan dengannya sebagai daerah penyangga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1)   Di dalam cagar alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya.
(2)   Di dalam suaka margasatwa dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata terbatas, dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya.
(3)   Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1)   Dalam rangka kerjasama konservasi internasional, khususnya dalam kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, kawasan suaka alam dan kawasan tertentu lainnya dapat ditetapkan sebagai cagar biosfer.
(2)   Penetapan suatu kawasan suaka alam dan kawasan tertentu lainnya sebagai cagar biosfer diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1)   Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam.
(2)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak termasuk kegiatan pembinaan habitat untuk kepentingan satwa di dalam suaka margasatwa.
(3)   Perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas kawasan suaka alam, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.
BAB V
PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA

Pasal 20
(1)   Tumbuhan dan satwa digolongkan dalam jenis:
a.  tumbuhan dan satwa yang dilindungi;
b.  tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.
(2)   Jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digolongkan dalam:
a.  tumbuhan dan satwa dalam bahaya kepunahan;
b.  tumbuhan dan satwa yang populasinya jarang.
(3)   Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
(1)   Setiap orang dilarang untuk :
a.  mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati;
b.  mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.
(2)   Setiap orang dilarang untuk :
a.  menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
b.  menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
c.  mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
d.  memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
e.  mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi.
Pasal 22
(1)   Pengecualian dari larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 hanya dapat dilakukan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan atau penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa yang bersangkutan.
(2)   Termasuk dalam penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pemberian atau penukaran jenis tumbuhan dan satwa kepada pihak lain di luar negeri dengan izin Pemerintah.
(3)   Pengecualian dari larangan menangkap, melukai, dan membunuh satwa yang dilindungi dapat pula dilakukan dalam hal oleh karena suatu sebab satwa yang dilindungi membahayakan kehidupan manusia.
(4)   Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1)   Apabila diperlukan, dapat dilakukan pemasukan tumbuhan dan satwa liar dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
(2)   Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1)   Apabila terjadi pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, tumbuhan dan satwa tersebut dirampas untuk negara.
(2)   Jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi atau bagian-bagiannya yang dirampas untuk negara dikembalikan ke habitatnya atau diserahkan kepada lembaga-lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan satwa, kecuali apabila keadaannya sudah tidak memungkinkan untuk dimanfaatkan sehingga dinilai lebih baik dimusnahkan.
Pasal 25
(1)   Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi hanya dapat dilakukan dalam bentuk pemeliharaan atau pengembangbiakan oleh lembaga-lembaga yang dibentuk untuk itu.
(2)   Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PEMANFAATAN SECARA LESTARI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
Pasal 26
Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan:
a.  pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam;
b.  pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar.

Pasal 27
Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan.
Pasal 28
Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar.
BAB VII
KAWASAN PELESTARIAN ALAM
Pasal 29
(1)   Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13 terdiri dari:
a.  taman nasional;
b.  taman hutan raya;
c.  taman wisata alam.
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan pelestarian alam dan penetapan wilayah yang berbatasan dengannya sebagai daerah penyangga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
Kawasan pelestarian alam mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Pasal 31
(1)   Di dalam taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, dan wisata alam.
(2)   Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan tanpa mengurangi fungsi pokok masing-masing kawasan.
Pasal 32
Kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai dengan keperluan.
Pasal 33
(1)   Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional.
(2)   Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.
(3)   Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.
Pasal 34
(1)   Pengelolaan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dilaksanakan oleh Pemerintah.
(2)   Di dalam zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dapat dibangun sarana kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan.
(3)   Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, Pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dengan mengikut sertakan rakyat.
(4)   Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
Dalam keadaan tertentu dan sangat diperlukan untuk mempertahankan atau memulihkan kelestarian sumber daya alam hayati beserta ekosistemnya, Pemerintah dapat menghentikan kegiatan pemanfaatan dan menutup taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam sebagian atau seluruhnya untuk selama waktu tertentu.
BAB VIII
PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR
Pasal 36
(1)   Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dapat dilaksanakan dalam bentuk:
a.  pengkajian, penelitian dan pengembangan;
b.  penangkaran;
c.  perburuan;
d.  perdagangan;
e.  peragaan;
f.  pertukaran;
g.  budidaya tanaman obat-obatan;
h.  pemeliharaan untuk kesenangan.
(2)   Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
PERAN SERTA RAKYAT

Pasal 37
(1)   Peran serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna.
(2)   Dalam mengembangkan peran serta rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pendidikan dan penyuluhan.
(3)   Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
PENYERAHAN URUSAN DAN TUGAS PEMBANTUAN

Pasal 38
(1)   Dalam rangka pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang tersebut kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
(2)   Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XI
PENYIDIKAN

Pasal 39
(1)   Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
(2)   Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak mengurangi kewenangan penyidik sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan.
(3)   Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berwenang untuk:
a.  melakukan pemeriksanaan atas laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
b.  melakukan pemeriksaaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
c.  memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam;
d.  melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
e.  meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
f.  membuat dan menandatangani berita acara;
g.  menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
(4)   Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 40
(1)   Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2)   Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3)   Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(4)   Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(5)   Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) adalah pelanggaran.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 41
Hutan suaka alam dan taman wisata yang telah ditunjuk dan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum berlakunya Undang-undang ini dianggap telah ditetapkan sebagai kawasan suaka alam dan taman wisata alam berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 42
Semua peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan di bidang konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini, tetap berlaku sampai dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 43
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka:
  1. Ordonansi Perburuan (Jachtordonnantie 1931 Staatsblad 1931 Nummer 133);
  2. Ordonansi Perlindungan Binatang-binatang Liar (Dierenbeschermingsordonnantie 1931 Staatsblad 1931 Nummer 134);
  3. Ordonansi Perburuan Jawa dan Madura (Jachtoddonnantie Java en Madoera 1940 Staatsblad 1939 Nummer 733);
  4. Ordonansi Perlindungan Alam (Natuurbeschermingsordonnantie 1941 Staatsblad 1941 Nummer 167);
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 44
Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Konservasi Hayati.
Pasal 45
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta               
Pada tanggal 10 Agustus 1990  
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd                     
S O E H A R T O            
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 10 Agustus 1990
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
       REPUBLIK INDONESIA,
                    ttd
             MOERDIONO


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1990 NOMOR 49
Salinan sesuai dengan aslinya
              SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Hukum dan Perundang-undangan
                              ttd
          Bambang Kesowo, S.H.,LL.M.

Sabtu, 14 November 2015

Referensi Hewan yang cocok untuk dipelihara wanita




              Hay Ladies,Gimana ni kabarnya ?? baikkan ? masih inget mantan? eits.. kita nggak bakal bahas maasalah mantan kok atau percintaan disini. disini kita akan membahas atau memberikan referensi untuk para perempuan-perempuan untuk memilih hewan untuk di pelihara.
So Cekidot :



  1. KUCING 


       Nah Kebanyakan perempuan atau cewek mereka pasti akan memilih kucing untuk peliharaanya, tapi patut ladies tau, kucing juga membawa penyakit lho.. dari bulunya.. sebenernya sih menurut saya kalo kucing itu di rawat dengan benar juga di akan mengurangni rontoknya bulu dari sikucing sendiri.
and yang kalian harus tau banyak jenis-jenis kucing di indonesia bahkan di dunia, tergantung bagaimana dan berapa isi kantong anda,
  • Persia
  • Anggora
  • Himalaya
  • Kucing Exotic bulu pendek
  • Kucing Maine Coon
Nah 5 jenis Kucing di atas mungkin Bisa jadi Referensi anda memilih Kucing.



2.  ANJING


      Yang kedua adalah anjing kenapa saya referensikan Anjing karena anjing adalah salah satu hewan yang sangat setia kepada pemiliknya. Dan di balik semua itu sifat manja sang anjing sangat membuat kita ingin bermain-main dengan anjing kita, Tapi saya tidak menyarankan kepada teman-teman yang memiliki agama ISLAM. karena pada dasarnya anjing itu di haramkan oleh agama islam, 
      
  • Cihuahua
  • Australian Cattle
  • Ibizan Hound
  • Labrador Retriver
  • Dalmatian
  • Beagel
  • zitsu
  • Golden Retriver
Nah beberapa jenis anjing di atas adalah anjing yang sering di pelihara oleh owner atau pemelihara silahkan yang mau memeliharanya.



3.  BERANG-BERANG




       Sebagian dari orang awam Berang-berang adalah hewan yang menakutkan, Padahal sesungguhnya Otter atau Berang-berang adalah hewan yang sangat lucu, ada istilah BONDING dalam memelihara Otter, Istilah bonding adalah dimana si berang-berang bisa mengikuti atau berjalan mengikuti kita Hayo? gimana gak lucu coba? Manjanya tu minta ampun, apalagi kalo lagi bercanda bikin kangen, Mungkin para Ladies yang memeliharanya masalahnya hanya ada 3. BAU,BOROS,BERISIK tapi sepadan dengan Senangnya memelihara Otter kok. 



4. MUSANG PANDAN 


       Cit Cuit ,, Fotonya lagi Eksen tuh, Nah ini ni.. Yang di fikir banyak orang yang hanya bisa di pelihara dan di ambil Maaf e*eknya untuk Kopi, wushhh jangan salah gaes ,.Musang termasuk hewan yang di senangi lho untuk di pelihara dia juga manja-manja gitu.. cara Perawatanya juga mudah enggak ribet, Terkadang juga sifat OneMan atau fokus ke satu orang itu yang bikin lucu dianya nggak mau di gendong sama orang lain selain sama pemiliknya lucu kan ? kayak anak sendiri saat di gendong sama orang lain dianya nangis, hehe ada ada aja ni.. 

  • MUSANG PANDAN
Kenapa hanya saya tulis musang pandan karena untuk jenis musang-musang yang lain agak sulit perawatanya.. butuh perhatian ekstra lho ladies..



5. SUGAR GLIDER


 

      Ini niii Ladies si unyu-unyu.. Lagi booming banget di kalangan para Ladies, karena hewan ini sangat lucu dan menggemaskan Sekarang para Ladies lebih memilih berpindah ke Sugar glider,yang membuat hewan ini tambah menggemaskan adalah bentuk tubuhnya yang menyerupai tupai,  dia juga bisa di latih lho ladies.. dia bisa memiliki skill JumptoOwner ,, tambah llucu aja ni si comel, bisa jadi referensi yang bagus juga ladies karena SG adalah hewan yang hanya Seukuran Gengaman tangan jadi SG akan mudah di bawa kemana-mana...






Oke ladies gimana ? mau memelihara hewan yang mana ? semuanya akan sama ketika anda memperlakukan hewan itu dengan baik dia pun akan melakukanya ke anda ^^

Salam hangat BTSS



Kamis, 12 November 2015

Tips Memelihara Ular















Memelihara hewan reptil seperti ular bukan barang baru bagi pecinta hewan ekstrem. Kini ular diperdagangkan di mana saja. Meskipun ular tampak menakutkan, tapi bagi pecintanya memelihara ular tak ubahnya merawat kucing atau anjing.
Meski begitu, memelihara ular ada beberapa hal yang mesti diperhatikan. Dikutip dari laman Tempo, berikut tips sebelum merawat ular:
  1. Pikir masak-masak sebelum memelihara ular. Hewan ini memiliki keunikan, yaitu bisa muncul sifat liarnya sewaktu-waktu. Jadi jangan kaget kalau ular sewaktu-waktu bisa mematuk. Amannya, pilih ular yang tidak berbisa dan tetap waspada.Kenali sifat ular yang akan dipelihara.
  2. Trik membeli ular. Bagi pemula, sebaiknya pilih ular mono pohon yang ukurannya punya tebal seperti jari tengah. In untuk meminimalkan risiko dan tidak perlu kandang besar. Selain itu, membeli ular untuk dipelihara ada baiknya dari hasil ternakan karena sudah terbiasa bertemu manusia. Tingkat agresivitasnya lebih terkendali.
  3. Kenali berbagai hal yang perlu dilakukan dalam perawatan ular. Misalnya ular jarang makan karena proses pencernaan berlangsung cukup lama. Makan satu tikus bisa untuk bertahan hidup selama seminggu bagi jenis ular phyton reticulatus. Bersihkan kandang saat kotor. Pahami pula  wataknya, apakah tenang atau agresif. Pastinya, setiap pemilik ular harus siap digigit. Selama terjadi gigitan jangan langsung ditarik karena bisa taringnya malah akan merobek kulit. Biarkan ular melepaskan sendiri gigitanya.
  4. Pada saat ular sakit, tanyakan penanggulangannya pada penghobi ular lain untuk mengatasinya. Pasalnya, masih banyak dokter hewan yang kurang memiliki pengetahuan memadai mengatasi ular. Hal ini berbeda dengan dokterhewan di Australia atau Amerika. Umumnya ular mengalami pilek dengan gejala ada suara napas “ngik-ngik”. Selain itu muncul pula lendir di mulutnya. Saat sakit, kepala ular cenderung kurang mampu mengangkat ke atas kala dijungkirbalikkan. Ular juga perlu dijemur beberapa saat untuk kesehatannya.
  5. Kalau ular mogok makan, berikan makanan dengan menghaluskan pakan yang dimasukkan ke mulut memakai suntikan. Misalnya daging tikus atau hamster diblender lalu dijadikan makanan lembut untuk ular.

Cara Membedakan Ular Berbisa Dan Tidak

Setelah mendengar kata 'ular', biasanya kita akan langsung ngeri. Langsung terbayang gigitan dan  mengalirkan bisa yang mematikan. Tetapi kita mengetahui ular tersebut berbisa atau tidak, hanya saja susah untuk membedakannya.

Menurut para peneliti dan ilmuwan, Mengetahui seekor ular itu berbisa atau tidaknya bisa dilihat dari bentuk fisik, tidak hanya dari bentuk fisik, mengetahui ular tersebut berbisa atau tidak, juga bisa dilihat dari beberapa sisi. Berikut ulasannya.

Cara mudah mengetahui ular berbisa atau tidak

1, Ular berbisa tidak agresif

Kebanyakan ular yang agresif cenderung tidak berbisa. Mereka hanya sekedar menakut-nakuti atau sekedar bertahan jika mereka terusik. Itulah cara mereka untuk mengusir predator.

Lebih berhati-hatilah pada ular yang kelihatan tenang dan bergerak lambat. Ular-ular jenis ini justru memiliki bisa yang tinggi. Contohnya seperti King Cobra, ular ini biasanya cenderung berjalan lambat walaupun sedang terusik. Jika merasa sudah benar-benar terusik, dia akan mematuk dan meninggalkan bisa pada korban.

2. Tidak perlu membelit
Cara mudah mengetahui ular berbisa atau tidak
Ular berbisa tidak perlu membelit saat melawan predator atau membunuh mangsanya. Sebab dengan satu gigitan saja, kita bisa tergeletak dan tidak berdaya, bahkan menimbulkan kematian. Sementara bagi ular yang tidak berbisa, cenderung melilit mangsanya hinga mati.

3. Bentuk kepala

Bentuk kepala ular yang tidak berbisa biasanya seperti telur. Sementara untuk ular berbisa, Mereka memiliki bentuk kepala segitiga. Namun yang perlu diingat adalah selalu ada pengecualian. Contohnya ular Cobra yang tidak memiliki bentuk kepala segitiga, tetapi bisanya sangat mematikan.

4. Jenis gigitan

Cara mudah mengetahui ular berbisa atau tidak


Apabila anda digigit ular, coba perhatikan bekas gigitannya tersebut. Jika memiliki bekas dua titik akibat taring ular, maka jelas bahwa ular tersebut berbisa. Namun jika bekas luka tersebut berupa deretan gigi yang tersusun rapi ( bekas gigitannya akan melengkung membentuk gigi ), maka itu bukanlah ular yang berbisa.

5. Tidak langsung pergi

Ular berbisa cenderung menunggu korban yang ia gigit mati dihadapanya. Sehingga setelah menggigit, contohnya ular Cobra, akan tetap diam di tempat. Berbeda dengan ular yang tidak berbisa, mereka akan cenderung langsung pergi setelah menggigit apa saja yang mengusiknya.